PUBLIK selayaknyalah lega karena ternyata hakim konstitusi tidak terbukti disuap.
Lega karena Mahkamah Konstitusi tinggal satu-satunya lembaga peradilan di negeri ini yang tak dapat dibeli. Lega karena Mahfud MD tidak jadi mundur dari jabatannya selaku Ketua Mahkamah Konstitusi.
Mahfud memang bersuara sangat terang akan mundur jika terbukti terjadi jual beli perkara di Mahkamah Konstitusi. Ia bahkan mengatakan siap membayar ongkos pesawat dan hotel orang yang bisa membuktikan ada suap di Mahkamah Konstitusi.
Itulah sebabnya Ketua Mahkamah Konstitusi itu segera merespons tudingan yang dilansir Refly Harun, pengamat hukum tata negara, yang mengatakan hakim yang menyidangkan perkara sengketa pemilu kada telah menerima suap. Untuk perkara Gubernur Papua, katanya, diperlukan uang Rp10 miliar sampai Rp12 miliar. Bahkan, Refly mengaku melihat sendiri tumpukan uang dolar AS senilai Rp1 miliar yang akan diserahkan kepada seorang hakim konstitusi.
Setelah bekerja sebulan, tim investigasi yang dipimpin Refly tidak menemukan bukti adanya hakim konstitusi yang menerima suap. Semua tudingan itu tidak benar. Mahkamah Konstitusi bersih. Publik pun kembali lega.
Ada dua pelajaran yang bisa dipetik. Pertama, kita patut mengapresiasi Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD yang segera berinisiatif membentuk tim investigasi independen untuk menyelidiki dugaan suap di tubuh lembaga yang dipimpinnya.
Tidak tanggung-tanggung, Mahfud meminta Refly sendiri yang memimpin tim investigasi itu. Selain itu, ia bahkan menyatakan akan mundur dari jabatannya jika tudingan yang dilontarkan Refly terbukti. Inilah sikap seorang negarawan.
Kita pun patut mengapresiasi Mahkamah Konstitusi karena lembaga lain yang dituduh melakukan korupsi biasanya justru menggugat balik sang peniup peluit dengan tudingan klasik mencemarkan nama baik. Lembaga lain semestinya meniru Mahkamah Konstitusi.
Pelajaran kedua, jangan serampangan melontarkan tudingan. Seorang Refly Harun yang melek hukum semestinya tidak gegabah melontarkan tuduhan, apalagi memublikasikan tudingan yang bersumber pada celotehan belaka. Tidakkah Refly tahu di Papua saat itu tidak ada pemilihan gubernur?
Juga tidak terbukti adanya uang dolar AS senilai Rp1 miliar yang menurut Refly untuk menyuap seorang hakim konstitusi. Kini justru terungkap orang yang diduga mencoba menyuap hakim konstitusi adalah Bupati Simalungun, Sumatra Utara, yang juga klien Refly ketika beperkara di Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi akan melaporkan sang bupati ke KPK dengan tuduhan percobaan penyuapan.
Jika KPK mengusut laporan Mahkamah Konstitusi itu, bukan tidak mungkin Refly akan terseret sebagai orang yang turut serta dalam percobaan penyuapan itu. Jika itu terjadi, inilah yang namanya tudingan menjadi bumerang, senjata makan tuan.
Selain itu, sebaiknya Refly minta maaf, karena telah mencederai kredibilitas Mahkamah Konstitusi. Ia pun telah membohongi publik dengan tudingannya itu. Bukankah kepakaran mestinya juga mengandung kejujuran untuk mengaku salah di depan publik?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar